Gelar Setelah Ibadah Haji

gelar haji
Musim haji seperti saat ini banyak dari masyarakat kita yang diberi kesempatan oleh Allah untuk dapat melaksanakan salah satu ibadah yang merupakan salah satu dari rukun Islam yaitu ibadah haji. Ibadah ini adalah ibadah yang agung yang disyariatkan oleh Allah. Namun ternyata tidak semua kaum muslimin dapat melaksanakan ibadah ini, kerena memang ibadah haji ini adalah ibadah yang dilakukan untuk seorang muslim yang mampu.

Selain ibadah ini adalah ibadah yang agung yang merupakan salah satu rukun di dalam Islam, maka di negri kita, ibadah ini juga merupakan ibadah yang membutuhkan biaya yang besar. Karena itu maka kebanyakan muslim di negeri kita ini yang mampu menunaikannya adalah orang-orang yang memiliki harta, walaupun banyak juga dari muslim di negeri kita ini yang mungkin dari sisi harta mereka terihat sederhana namun mampu untuk menunaikan ibadah haji ini atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.

Usai melaksanakan ibadah haji ini, sudah merupakan kebiasaan yang banyak dilakukan di masyarakat kita setiap orang yang telah pulang dari baitullah akan mendapat gelar dan embel-embel haji fulan atau hajjah fulanah. Hal ini mungkin karena kebiasaan, sehingga masyarakat umumnya secara otamatis memanggilnya dengan gelaran ini, walaupun terkadang ada juga yang tidak mau diberi gelar haji ini pada dirinya.

Entah dari mana asal kebiasaan pemberian gelar haji ini kepada setiap muslim yang telah menunaikan ibadah haji ini awalnya, sehingga sudah hampir menjadi kebudayaan yang harus diikuti. Bahkan ada sebagian dari saudara kita yang telah melaksanakan ibadah yang agung ini mereka menetapkan untuk dirinya sendiri gelaran ini baik di KTP mereka, pada pengenalan diri, atau pada penulisan nama yang seolah-olah tidak ridho jika tidak ditampilkan gelar haji ini pada dirinya.

Mungkin hal seperti ini dilakukan ditengah-tengah masyarakat kita tidaklah menjadi sesuatu yang aneh, karena memang sudah biasa dan banyak yang melakukannya. Namun coba kita bayangkan, jika kita hidup dizaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kita memberikan gelaran ini pada diri kita, kira-kira apa yang akan terjadi?

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwasannya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berhaji berkali-kali namun tidak pernah nama beliau berubah menjadi Haji Muhammad, atau para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah namanya disematkan dengan gelaran haji, seperti orang-orang dimasa ini. Cob abaca di buku-buku Islam, atau buku-buka siroh, apakah kita temui ada nama sahabat yang menggunakan gelar haji, seperti Haji Abu Bakr, Haji Umar, Haji Utsman, atau Haji Ali bin Abi Tholib? Tentunya tidak kan?

Bukankah contoh terbaik dan yang merupakan suri tauladan bagi kaum muslimin adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Lalu mengapa kita tidak ikuti saja apa yang dilakukan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak menyematkan gelar haji pada namanya? Seandainya boleh, maka tentunya beliau lebih layak menyandangnya.

Seperti yang kita ketahui, haji merupakan rukun Islam yang kelima bagi setiap muslim. Sebelum rukun yang kelima ini tentunya ada rukun-rukun sebelumnya, seperti sholat, puasa, dan zakat. Lalu mengapa ketika kita telah usai melaksankan ibadah-ibadah pada rukun Islam sebelumnya tidak digelari dengan Sholat Fulan, Puasa Fulan atau Zakat Fulan? Kalau kaitannya dengan kalimat syahadt maka tentu ini adalah pembeda dari seorang mukmin dan kafir, dan telah jelas nashnya bahwasannya ini merupakan syarat seseorang masuk islam yang kemudian mendapat gelar seorang muslim (tapi tidak ditulis di depan nama).

Lalu pertanyaannya, apa penyebeb gelar ini (yaitu haji) bisa disematkan di depan nama-nama kaum muslimin disekitar kita? Apakah karena ini adalah rukun yang terahir, sehingga mau menginformasikan bahwasannya sudah selelsai syariat Islam padanya (rukun Islam) dan mendapat gelar seperti halnya seorang yang telah selesai menjalani pendidikan tinggi lalu diberi gelar Sarjana untuk tingkat S1?

Atau karena untuk dapat menjalankan ibadah ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga tidak rela jika ini tidak terlihat oleh orang lain, bahwasannya ini lho saya mampu mengeluarkan uang besar untuk naik haji, sehingga harus disematkan gelar haji ini pada nama kita?

Mudah-mudahan ini bukanlah alasan mengapa label haji itu banyak disematkan di nama-nama kaum muslimin di zaman kita ini.

Namun yang harus kita ketahui bersama, bahwasannya agar ibadah itu dapat diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala maka hendaknya memenuhi dua syarat. Apa itu syaratnya? Syaratnya yaitu yang pertama Ikhlas dan Mutaba’ah. Ikhlas yaitu ikhlas melaksanakan ibadah hanya kerana Allah, hanya mengharap ridho Allah, hanya mengharap Wajah Allah subhanahu wa ta’ala, dan ittiba’ hanya kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan kepada budaya, bukan kepada nenek moyang, bukan kepada orang tua, bukan kepada kiyai, ajengan, ustadz atau sejenisnya, apalagi kepada hawa nafsu.

Ketika kita ibadah hanya mengharap wajah Allah maka tentunya kita tidak akan tempakkan ibadah ini kepada manusia karena khawatir merusak keikhlasan kita. Karen ketika rusak keikhlasan kita ini saat beribadah entah karena mengharap ridhonya manusia, mengharap dunia atau lainnya, maka dikhawatirkan ibadah yang kita lakukan, haji yang kita kerjakan dengan bermodal biaya yang besar tidak diteri Allah subhanahu wa ta’ala. Maka hendaknya kita takut terhadap perbuatan memanerkan ibadah, menampakkan ibadah agar terlihat oleh manusia dengan pemberian gelar haji atau sejenisnya. Selain ini khawatir mdapat merusak keikhlasan, juga ini tidak ada dasar tuntunannya dari Syariat Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.

Link Gamis Syar'i Untuk Muslimah 
Fanpage kami di RUMAH BELANJA MUSLIM

Artikel  : Gelar Setelah Ibadah Haji    

0 komentar: