Antara Rumah, Gengsi, dan Riba

Antara Rumah, Gengsi, dan Riba
Memiliki rumah adalah keinginan hampir setiap manusia. Siapa diantara kita yang tidak ingin memiliki rumah sendiri? Apalagi jika di hari-hari ini, dalam keadaan sudah berkeluarga, memiliki anak, bahkan mungkin sudah berusia namun belum memiliki rumah sendiri. Maka tentu keinginan terhadap kepemilikan rumah ini akan semakin tinggi.

Memang benar, jika dikatakan kita sangat butuh dengan rumah sebagai tempat tinggal. Dan jika memang kita memiliki kemampuan untuk memilikinya tentu tidak ada permasalahan disini. Namun yang menjadi permasalahan banyak orang sekarang ini adalah keinginan yang tinggi terhadap kepemilikan rumah ini ternyata tidak disertai atau belum disertai dengan kemampuan untuk memilikinya.

Akhirnya oleh sebagian orang yang lihai dalam bisnis hal ini di lihat sebagai peluang usaha. Dan seperti yang kita lihat sekarang betapa mudah kita untuk mendapatkan rumah atas bantuan para pengusaha yang melihat peluang ini dengan cara pembelian kredit atau yang sering disebut dengan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah).

Dengan kemudahan ini kita dapati di hari ini mulai sedikit berubah pemikiran orang terhadap kepemilikan rumah. Yang awalnya mungkin memang butuh, kini berubah menjadi sebuah kebutuhan terhadap gengsi, atau sekedar investasi.

Sebagai seorang muslim, melihat kenyataan seperti ini hendaknya kita tidak mudah terbawa arus. Karena Agama Islam yang kita anut ini adalah agama amalan, artinya setelah kita masuk Islam maka ada konsekwensi-konsekwensi syariat yang harus kita amalkan, adan ada juga perkara yang harus kita jauhi dan tinggalkan. Dan berbagai macam syariat ini tentu tujuannya bukan untuk memberatkan pemeluknya, namun murni karena kemaslatan.

Kita lihat saat ini, mengenai sistem perkreditan yang banyak di tawarkan oleh para pengembang perumahan, maka niscaya kita akan dapati kebanyakannya mengandung unsur riba. Dan Riba di dalam Islam sudah jelas dan tidak diperselisihkan lagi mengenai larangan seseorang berbuat riba, mengambil riba, melakukan riba.

Berbagai macam dalil baik dari al-Qur’an maupun hadits sudah banyak dikemukakan oleh para pakar Ilmu di sekitar kita mengenai larangan berbuat riba, ancaman bagi pelaku riba, dan dosa pelaku riba. Ketika kita membaca, mendengarkan hal tersebut tentu ancaman dan konsekwensi dosa yang di dapatkan bagi para pelaku riba itu bukanlah konsekwensi yang ringan, bahkan konsekwensinya sangat besar, dan ancamannya pun sangat mengerikan.

Ketika kita dapati bahwasannya kebanyakan sistem kredit yang di tawarkan atas kepemilikan rumah saat ini adalah sistem riba, maka tentu bagi setiap muslim kewajibannya adalah meninggalkannya.

Kita dapati sebuah kaidah Fikih Islam yang menyatakan bahwasannya Dalam Perintah Lakukanlah Sesuai Kemampuan, Dalam Larangan Wajib di tinggalkan seluruhnya.

Kaidah ini di dasari oleh sebuah hadits yang shahih  yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Apa yang aku larang tinggalkanlah, dan apa yang aku perintahkan, lakukan semampu kalian”.

Melaksanakan perintah merupakan sebuah perkara yang membebani seorang hamba, sedangkan meninggalkan larangan adalah meninggalkan beban dan semua orang mampu melaksanakannya. Maka dalam hal larangan ini harus ditinggalkan seluruhnya kecuali dalam kondisi darurat.

Kembali dalam permasalahan riba dalam KPR. Mari kita membuat timbangan mengenai kepemilikan rumah dengan kredit yang ada ribanya.

Jika kita lihat, hukum memiliki Rumah bagi seorang muslim itu tidak wajib. Sedangkan hukum meninggalkan riba adalah wajib, yaitu wajib ditinggalkan seluruhnya kecuali dalam kondisi darurat.

Oleh karena itu, jika kita bertemu dengan satu kondisi yaitu keinginan memiliki rumah, sementara untuk membeli secara cash belum memiliki kemampuan, dan ketika membeli dengan cara kredit adanya kredit perumahan yang mengandung riba, maka tentu sikap yang harus di pilih oleh seorang muslim adalah meninggalkan kredit riba tersebut, dan hendaknya kita bersabar. Bukankah walaupun kita belum memiliki rumah sendiri masih banyak rumah yang bisa menjadi tempat tinggal kita.

Banyak cara yang halal yang bisa di upayakan untuk tetap bisa hidup dan tinggal di dalam rumah, diantaranya dengan cara mengontrak rumah, nebeng di ditempat saudara, bekerja di sebuah instansi yang menyediakan mess, kos, dll. Dengan banyaknya alternatif pilihan lain selain kredit riba ini menunjukkan bahwasannya kita tidak berada dalam kondisi darurat, sehingga wajib bagi kita meninggalkan larangan riba secara keseluruhan.

Dengan memahami ini, maka akan sangat mengherankan jika ada seorang yang mengaku muslim dan muslimah masih memiliki anggapan, ngapain ngontrak susah-susah, Bayar biaya kontrakan tidap bulan / tahun, mahal namun tidak juga memiliki rumah sendiri. Coba kalau mengajukan KPR rumah, dengan DP yang kecil dan cicilan yang sama seharga dengan bayar kontrakan  / bulan atau / tahun kita sudah mendapatkan rumah sebagai kepemilikan pribadi.

Sungguh jika hal ini masih terjadi pada diri anda, maka marilah kita segera bertaubat kepada Allah dari pemahaman seperti ini. Jangan sampai kita mengecilkan dosa besar Riba hanya untuk meraih sedikit kesengangn, kebanggaan, di dunia.

Mana mungkin sesuatu yang tidak wajib kita kerjakan dengan menerjang larangan Allah yang larangan itu merupakan bagian dari dosa-dosa besar?

Jika kita masih berfikir logis dengan akal sehat kita tanpa di sertai syahwat dunia, maka tentu hal seperti ini tidak akan kita kerjakan. Betapa berat konsekwensi kita kelak di akhirat dengan sikap mengecilkan dosa besar dengan bermudah-mudah dalam perkara ribawi.

Wahai saudaraku sesama mulsim yang masih terjerat dalam perbuatan riba, baik sebagai pengguna sistem kredit riba untuk konsumtif, untuk modal usaha, ataupaun yang bekerja di instansi ribawi, sebagai penutup mari kita renungkan kembali sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwasannya, “Setiap Jasad Daging Yang Tumbuh Dari Harta Haram, Maka Neraka Layak Untuknya”. Wallahu a’lam.

Join Channel Telegram RUMAH BELANJA MUSLIM
www.RumahBelanjaMuslim.Com

0 komentar: