Kesempurnaan Di Atas Kesempurnaan Dalam Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah
Oleh Ustadz Abdullah Taslim al-Buthoni, MA.
Allah ‘azza wa jalla menyifati
nama-nama-Nya dalam Al-Qur’an dengan al-husna
(maha indah) yang berarti kemaha indahan yang mencapai puncak kesempurnaan.
Karena nama-nama tersebut mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada
celaan atau kekurangannya sedikitpun dari semua sisi. (Lihat kitab al-Qawa’idul Mutsla hal. 21).
Allah ‘azza wa jalla berfirman, yang artinya :
“Hanya milik Allah-lah asma-ul husna (nama-nama yang maha indah), maka
berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut dan memahami) nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan (QS.
al-A’raf/7:180).
Demikian pula
sifat-sifat-Nya adalah maha sempurna yang mencapai puncak kesempurnaan serta
tidak ada cela dan kekurangan sedikitpun.
Allah ‘azza wa jalla berfirman, yang artinya :
“orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai
sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. an-Nahl/16:60).
Artinya : Allah ‘azza wa jalla mempunyai kesempurnaan mutlak (yang tidak
terbatas) dari semua segi. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/756)).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata, “(sifat-sifat) maha sempurna adalah milik Allah,
bahkan Dia memiliki (sifat-sifat) yang kesempurnaannya mencapai puncak yang
paling tinggi, sehingga tidak ada satu kesempurnaanpun yang tanpa cela kecuali
Allah ‘azza wa jalla berhak memilikinya
untuk diri-Nya yang maha suci.” (Kitab al-Qawa’idul
Mutsla (6/71)).
Kesempurnaan di Atas Kesempurnaan
Kesempurnaan
yang paling tinggi ini ada pada masing-masing dari nama-nama dan sifat-sifat
Allah subhanahu wa ta’ala secara tersendiri atau terpisah, sehingga jika dua
dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya digabungkan atau digandengkan, sebagaimana
yang banyak terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an, tentu ini menunjukkan
kemahasempurnaan lain dari penggandengan dua nama dan dua sifat tersebut. Ini
yang dinamakan oleh sebagian Ulama dengan”al-kamalu
fauqal kamal” (kesempurnaan di atas kesempurnaan) (Lihat penjelasan Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam al-Qawa’idul
Mutsla, hlm. 23).
Tidak
diragukan lagi bahwa penggandengan dua nama dan dua sifat Allah ‘azza wa jalla
ini mengandung hikmah yang agung dan faidah yang besar dalam mengenal
kesempurnaan nama-nama dan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Ini
menunjukkan kemahasempurnaan Allah subahanahu wa ta’ala yang disertai dengan
sanjungan dan pujian yangagung bagi-Nya. Karena masing-masing dari nama
nama-nama-Nya mengandung pujian dan sanjungan bagi-Nya ditinjau dari
penggandengan keduanya (Lihat kita Fiqhul
Asmâ-il Husnâ (Hal. 41)).
Imam
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Demikianlah keumuman sifat-sifat Allah yang
digandengakan (satu sama lain) dan nama-nama-Nya yang digabungkan dalam
Al-Qur’an.
Sesungguhnya
(sifat Allâh)al-Ginâ (maha kaya)
adalah sifat kesempurnaan, demikian pula al-Hamdu(maha
terpuji), ketika keduanya digabungkan (Misalnya dalam QS Fâthir : 15 dan QS
Luqmân : 26) maka (menunjukkan) kesempurnaan lain. Bagi-Nya sanjungan dalam
(sifat) maha kaya-Nya, juga sanjungan dalam sifat maha terpuji-Nya serta
sanjungan dalam penggabungan keduanya.
Demikian
pula (penggabungan dua nama-Nya) al ‘Afuw
al-Qadir (Yang Maha Pemaaf Lagi Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu), ”al-Hamid al-Majid“ (Yang Maha Terpuji
Lagi Maha Mulia), dan “al-Aziz al-Hakim” (Yang
Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana). Renungkanlah semua ini, karena ini termasuk
pengetahuan yang paling agung (dalam Islam)” (Kitab Bada-i ul Fawa-id (1/168-169)).
Contoh-contoh Penggabungan Dua Nama
Allah subhanahu wa ta’ala Dalam Al-Qur’an
1.
Nama
Allah “al-Aziz” (Yang Maha Perkasa) dan “al-Hakim” (Yang Maha
Memiliki hukum dan hikmah (Hikmah adalah menempatkan segala sesuatu tepat pada
tempatnya, yang ini bersumber dari kesempurnaan ilmu Allah subhanahu wa ta’ala,
lihat kitab taisirul Karimir Rahman (hlm.
131 dan 946)) yang sempurna).
Kedua nama ini disebutkan dalam banyak
ayat al-Qur’an, misalnya : QS
al-Baqarah/2, ayat ke-129, ali ‘Imran/3 ayat ke-62, al-Maidah/5 ayat ke-38 dan
ke-118.
Masing-masing dari kedua nama Allah
‘azza wa jalla yang maha indah ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam sifat
yang dikandungnya, yaitu al-‘izzah (maha
perkasa) pada nama-Nya “al-Aziz” dan
hukum serta hikmah yang sempurna pada nama-Nya “al-Hakim”.
Penggabungan kedua nama ini
menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa kemahaperkasaan Allah ‘azza wa
jalla selalu bersama sifat hikmah-Nya, sehingga kemahaperkasaan-Nya tidak
mengandung kezhaliman atau aniaya, ketidakadilan dan keburukan, karena
ditempatkan tepat pada tempatnya. Ini berbeda dengan makhluk, di antara mereka
ada yang mungkin memiliki keperkasaan, akan tetapi karena tidak disertai
hikmah, sehingga keperkasaan itu justru menjadikannya berbuat aniaya, tidak
adil dan berprilaku buruk.
Demikian pula hukum dan hikmah Allah
subahanhu wa ta’ala selalu bersama kemahaperkasaan-Nya yang sempurna, sehingga
mampu diberlakukan-Nya pada semua makhluk-Nya tanpa ada satu makhlupun yang
bias menghalangi. Ini berbeda dengan hukum dan hikmah pada makhluk atau manusia
yang penuh dengan kekurangan dan tidak selalu disertai dengan keperkasaan,
sehingga sering tidak bisa diberlakukan (Lihat kitab al-Qawa’idul Musta (hlm. 23) dan Fiqhul Asma-il Husna (hlm. 41)).
2.
Nama
Allah “al-Ganiyyu” (Yang Maha Kaya) dan “al-Hamid” (Yang Maha
Terpuji).
Kedua
nama ini juga disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an, misalnya : QS. Fathir/35
ayat ke-15, Luqman/31 ayat ke-12 dan 26.
Masing-masing
dari kedua nama Allah ‘azza wa jalla ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya, yaitu al-gina (maha
kaya) pada nama-Nya “al-Ganiyyu” dan al-Hamdu (maha terpuji) pada nama-Nya “al-Hamid”.
Penggabungan
kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa barangsiapa
memuji Allah ‘azza wa jalla dan bersyukur kepada-Nya atas semua limpahan nikmat
dan karunia-Nya maka sesungguhnya Dia ‘azza wa jalla memang berhak untuk dipuji
dan disyukuri atas segala nikmat-Nya. Namun segala pujian dan sanjungan
kepada-Nya tidak menambah kemuliaan dan kekuasaan-Nya sedikitpun. Karena Dia
Maha Kaya sehingga Dia subhanahu wa ta’ala tidak butuh kepada pujian dan
sanjungan makhluk-makhluk-Nya, sebagaimana ketaatan makhluk-Nya tidak
bermanfaat bagi-Nya dan perbuatan maksiat mereka tidak merugikan dan
membahayakan-Nya sedikitpun.
Maka
semua ketaatan manusia adalah untuk kebaikan diri mereka sendiri, sebagaimana
perbuatan maksiat mereka akan merugikan diri mereka sendiri. Allah ‘azza wa
jalla berfirman, yang artinya :
“Barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa
yang kufur (tidak bersyukur) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji” (QS. Luqman/31:12).
Dalam
sebuah hadist qudsi yang shahih,
Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Wahai
hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan mampu mencelakai-Ku dan kalian
tidak akan mampu memberikan kemanfaatan kepada-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku,
seandainya manusia dan jin dari yang pertama (ada didunia) sampai yang terahir
semuanya (keadaannya seperti) orang yang paling bertaqwa hatinya diantara kalian,
maka hal itu tidak menambah kekuasaan-Ku sedikitpun, dan (sebaliknya)
seandainya manusia dan jin dari yang pertama (ada didunia) sampai yang terahir
semuanya (keadaannya sepeti) orang yang paling buruk hatinya diantara kalian,
maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun…”(HSR Muslim,
no. 2577).
3.
Nama
Allah ‘azza wa jalla “”al-‘Aziz” (yang maha perkasa) dan “ar-Rahim”
(yang maha penyayang).
Kedua
nama ini disebutkan berulang kali dalam surah asy-Syu’ara/26 di ahir ayat-ayat
yang menceritakan kisah-kisah para nabi dan Rasul ahallallahu ‘alaihi wa sallam
beserta umat yang mendustakan seruan dakwah mereka. Misalnya dalam ayat ke-9,
68, 104, 122 dan 140 Allah ‘azza wa jalla berfirman :
“Dan sesungguhnya Rabb-mu (Allah)
benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”.
Masing-masing
dari kedua nama Allah ‘azza wa jalla ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya. Sifat maha perkasa adalah sifat kesempurnaan,
sebagaimana sifat maha penyayang adalah sifat kesempurnaan.
Penggabungan
kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa semua yang Allah
‘azza wa jalla berlakukan kepada para Nabi-Nya ‘azza wa jalla berupa
pertolongan dalam menghadapi musuh-musuh mereka, keteguhan iman dan ketinggian
derajat mereka adalah bukti dari sifat rahmat (maha penyayang) Allah ‘azza wa
jalla yang dikhususkan-Nya kepada para Nabi-Nya. Dialah yang menjaga,
melindungi dan menolong mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka. Sebaliknya,
semua yang diberlakukan-Nya kepada musuh-musuh para Nabi-Nya ‘azza wa jalla
berupa pertolongan dalam menghadapi musuh-musuh mereka, keteguhan iman dan
ketinggian derajat mereka adalah bukti dari sifat Rahmat (maha penyayang) Allah
‘azza wa jalla yang dilimpahkan dan dikhususkan-Nya kepada para Nabi-Nya.
Dialah yang menjaga, melindungi dan menolong mereka dari tipu daya musuh-musuh
mereka. Sebaliknya, semua yang diberlakukan-Nya kepada musuh-musuh para
Nabi-Nya ‘azza wa jalla berupa siksaan dan kebinasaan merupakan bukti sifat
Maha Perkasa-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala menolong para Rasul-Nya ‘azza wa
jalla dengan rahmatnya dan membinasakan musuh-musuh mereka dengan
keperkasaan-Nya, sehingga penyebutan kedua nama ini di ayat-ayat pat deiatas
sangat sesuai dan tepat (Lihat Fiqhul
Asma-Il Husna, Hal. 42).
4.
Nama
Allah “al-Gafur” (Yang Maha Pengampun) dan “al-Wadud” (Yang Maha
Mencintai).
Kedua
nama ini digandengkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla, yang artinya :
“Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan
(makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dan Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya.”(QS. al-Buruj/85:13-14).
Masing-masing
dari kedua nama Allah ‘azza wa jalla ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya. Sifat Maha Pengampun adalah sifat kesempurnaan,
sebagaimana sifat Maha Mencintai adalah sifat kesmpurnaan.
Penggabungan
kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa Allah ‘azza wa
jalla mencintai hamba-hamba-Nya yang selalu bertaubat dan memohon ampun
kepada-Nya. Maka perbuatan dosa yang mereka lakukan tidaklah menghalangi mereka
untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla selama mereka bersungguh-sungguh
dalam bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Imam
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Dalam ayat ini terdapat rahasia (hikmah)
yang halus, yaitu bahwa Allah mencintai para hamban-Nya yang bertaubat dan Dia
mencintai hamba-Nya setelah (mendapat) pengampunan-Nya. Maka Allah
mengampuninya kemudian mencintainya, sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya
:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri” (QS.
al-Baqarah/2:222).
Maka
orang yang bertaubat adalah kekasih Allah (Kitab Raudhatul Muhibbin, Hal.47).
Syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Dalam ayat ini terdapat rahasia
(hikmah) yang halus, dimana Allah menggandengkan (nama-Nya) al-Wadud
(yang maha mencintai) dengan (nama-Nya) al-Ghofur (yang maha
pengampun). Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berbuat dosa, jika mereka
(sungguh-sungguh) bertaubat dan kembali kepada Allah, maka Dia akan mengampuni
dosa-dosa mereka dan mencintai mereka. Maka tidak (benar jika) dikatakan bahwa
dosa-dosa mereka diampuni akan tetapi kecintaan Allah tidak akan mereka raih
kembali.” (Kitab Taisirul Karimir Rahman,
Hal. 918).
Catatan dan Faidah Penting
Diantara
nama-nama Allah ‘azza wa jalla yang disebutkan dalam al-Qur’an dan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang selalu
disebutkan bergandengan satu sama lain, maka kedua nama ini tidak boleh disebutkan secara terpisah, karena kedua nama ini hanya
mengandung pujian dan sanjungan bagi Alla ‘azza wa jalla jika digandengkan dan
tidak dipisahkan. Misalnya, “al-Qobidh al-Basith” (yang maha
menyempitkan dan melapangkan rizki bagi hamba-hamba-Nya) (Kedua nama ini
disebutkan dalam HR. Abu Dawud no.3451, at-Tirmidzi no. 1314, dan Ibnu Majah
no.2200, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani) dan “al-Muqaddim
al-Muakhkhir”
(yang maha mendahulukan dan mengakhirkan).
Oleh
karena itu, kedua nama ini meskipun secara makna adalah terdiri dari dua nama,
karena masing-masingnya membawa makna yang berbeda dengan yang lain, akan
tetapi kedudukannya seperti satu nama, karena tidak boleh disbutkan kecuali
bergandengan satu sama lain, agar menunjukkan kesempurnaan dan pujian bagi
Allah ‘azza wa jalla. (Lihat Kitab Fiqhul
Asma-il Husna (hal. 280) dan al-Mujalla
fi Syarhil Qawa’idil Mutsla Hal. 160).
Imam
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Diantara nama-nama Allah ‘azza wa jalla
yang tidak boleh disebutkan secara terpisah, tapi (harus) digandengkan dengan
(nama Allah lain) yang merupakan kebalikannya, seperti al Mani’ (yang maha mencegah/tidak memberi), ad-Dhar (yang maha mendatangkan bahaya) dan al-Muntaqim (yang maha membalas dendam dan memberi siksaan).
Nama-nama ini tidak boleh dipisahkan dari (nama-nama Allah ‘azza wa jalla) yang
merupakan kebalikkannya, karena nama-nama tersebut bergandengan dengan nama-Nya
al-Mu’thi (yang maha memberi), an-Nafi’ (yang maha memberi manfaat),
dan al-‘Afuw (yang maha pemaf). Maka
Dialah “yang Maha Memberi lagi Maha Mencegah atau tidak memberi”, “Yang Maha
memberi Manfaat lagi Maha Mendatangkan Bahaya”, “yang Maha Memberi Siksaan lagi
Maha Pemaaf” dan “yang Maha Memuliakan dan Maha Menghinakan”.
Kemahasempurnaan
(bagi Allah ‘azza wa jalla) adalah dengan menggandengkan nama-nama ini dengan
(nama-nama Allah ‘azza wa jalla lainnya) yang merupakan kebalikannya, karena
ini berarti bahwa Allah Maha Tunggal atau Esa dalam sifat rububiyah-Nya, mengatur (urusan) makhluknya dan memberlakukan pada
meraka (apa yang dikehendaki-Nya) dalam memberi, mencegah, memberi menfaat,
mendatangkan bahaya, memaafkan dan memberi siksaan.
Adapun
memuji Allah ‘azza wa jalla dengan hanya (menyebutkan) yang Maha Mencegah atau
tidak Memberi, Maha membalas dendam atau memberi siksaan dan maha mendatangkan
bahaya maka ini tidak diperbolehkan.
Inilah
nama-nama Allah ‘azza wa jalla yang selalu bergandengan satu sama lainnya,
kedudukannya seperti satu nama yang tidak boleh dipisahkan huruf-hurufnya satu
dari yang lain. Meskipun nama-nama ini lebih dari satu tapi kedudukannya
seperti satu nama. Oleh karena itu, nama-nama ini tidak pernah disebutkan dan
dimutlakkan kecuali bergandengan (satu sama lainnya), maka fahamilah ini!
(Kitab Bada-I’ ul Fawaid 1/17).
Penutup
Demikianlah
pemaparan ringkas tentang “kesempurnaan diatas kesempurnaan” dalam nama-nama
dan sifat-sifat Alla ‘azza wa jalla. Meskipun kita beriman secara pasti bahwa
keindahan dan kesempurnaan dalam kandungan nama-nama dan sifat-sifatnya tidak
terbatas dan melebihi dari semua keindahan dan kesempurnaan yang mampu
digambarkan oleh akal pikiran manusia.
Benarlah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengungkapkan keindahan dan
kesempurnaan yang tanpa batas ini dalam doa beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang populer,
“Aku tidak mampu menghitung/membatasi
pujian/sanjungan terhadap-Mu, Engkau adalah sebagaimana (pujian dan sanjungan)
yang Engkau peruntukkan bagi diri-Mu” (HSR. Muslim, no. 486).
Akhirnya,
kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang
maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia memudahkan kita
untuk memahami dengan benar keindahan dan kesempurnaan dalam nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, yang dengan itu kita bisa mencintai-Nya dan menyempurnakan
penghambaan diri kita kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha
Mengabulkan Doa.
Sumber
: Majalah As Sunnah Edisi 10 Tahun
XV.
0 komentar: