Waspada Terhadap Berita Politik!
Sudah
kita ketahui bersama, bahwasannya berita politik di saat – saat ini sedang
hangat dan banyak dibicarakan di dunia maya maupun dunia nyata. Dari kebanyakan
yang yang dibicarakan dari berita-berita yang ada adalah berkenaan dengan
cacat, kesalahan, kekurangan dari calon-calon pemimpin negri ini. Baik itu
cacat prestasi, cacat tanggung jawab, sampaipun cacat-cacat keluarga yang
bersifat pribadi.
Pembentukan
opini melalui berita di media masa ini sangatlah efektif. Khususnya untuk membentuk citra
baik salah satu kandidat calon pemimpin. Misalnya kita lihat saat ini di salah
satu media sosial facebook saja. Betapa banyak fanatisan-fanatisan calon atau
partai tertentu yang menggunakan akun medsos nya untuk berkampanye ria,
membentuk citra positif idolanya dan menjatuhkan dan membentuk citra negative lawan politiknya.
Hal ini dilakukan baik dengan mengutip pemberitaan-pemberitaan media masa
elektronik online maupun membentuk opini-opini dan memutar logikanya dengan
bergai macam narasi dan cerita.
Namun
pada kali ini mari kita soroti orang-orang yang gemar menjadi “tim sukses terselubung” baik di medsos,
blog, website, atau lainnya. Jika kita amati, kebanyakan orang-orang yang
mengidolakan calon tertentu dengan berbagai alasannya, mereka gemar
mengkampanyekan berita-berita buruk lawan polotik idolanya dan men share
berita-berita positif terhadap calon idolanya, tanpa tahu itu berita benar atau tidak, jujur atau tidak, berlebihan atau tidak, sesuai fakta atau tidak.
Padahal
kita ketahui bersama, bahwasannya media-media berita yang memberitakan politik
dan calon-calon presiden ini sangat jarang yang dapat netral dalam pemberitaan.
Mengingat pendiri atau CEO nya adalah orang-orang politik juga, dan mendukung
atau bahkan merupakan kandidat dari salah satu parti pengusung calon pemimpin.
Maka otomatis media masa ini mereka akan jadikan sebagai motor penggerak opini public
untuk membentuk citra positif partainya atau yang ia dukung serta menjatuhkan
citra lawan politiknya.
Inilah
dunia politik yang diusung dengan system demokrasi yang sangat rusak. Tidak akan
didapatkan keaddilan didalamnya. Karena keadailan hanyalah dengan kita mematuhi
syariat Allah.
Dalam demokrasi,
tidak ada pembeda antara yang haq dan yang bathil. Maka tidak aka nada pula
mana kawan selamanya, dan siapa musluh selamanya. Yang ada hanyalah mana yang
butuh, mana yang di butuhkan, mana yang berkepentingan, dan mana yang berkuasa,
maka itulah tolok ukurnya.
Kembali
kepokok bahasan awal mengenai berita-berita media sosial yang beredar di dunia
maya ataupun nyata. Dalam aturan baku jurnalisme tentunya setiap pemberitaan
suat akabar baik online maupun offline haruslah berimbang dan netral. Tidak
berpihak pada salah satu kandidat. Namun pada kenyataannya apakah ini bisa
diterapkan, semntara pemiliknya bersinggungan dan bahkan masuk dan termasuk pada
salah satu calon?
Maka
karena berita-berita politik ini sangatlah syarat dengan kepentingan, hendaknya
kita seorang muslim kroscek kembali, tidak asal membenarkan dan menyebarkan
kabar-kabar yang notabene penuh dengan kepentingan pemilik dan partai pendukung.
Sungguhlah
sebuah kebaikan jika kita melihat kembali firman Allah ta’ala berikut,
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu". (Al Hujurat
: 6).
Maka hendaklah sebagai seorang muslim
jangan asal catut berita. Ambil kanan ambil kiri yang sesuai dengan nafsunya,
tanpa mereka tahu apa sebenarnya maksut berita tersebut, apakah berita tersebut
benar atau tidak.
Seorang ahlussunnah dalam menghukumi
seseorang muslim atau tidak adalah didasarkan dhohirnya. Sementara ini,
kandidat calon presiden yang ada secara dhoir mereka menampakkan keIslaman.
Maka marilah kita berhati-hati dalam menyebar berita-berita negative yang
berbau ghibah, penjatuhan harga diri dan lain sebagainya, mengingat orang-orang
yang kita sampaikan berita tentangnya ini masih berstatus muslim.
Saya teringat status Ustadz Sufyan Cholid Ruray yang menyebutkan minimalnya 2 mafsadat dari hasil
menjelek-jelekkan atau mendoakan kejelekan dari para calon pemimpin kita,
1.
Menyebabkan
mereka semakin jauh, bahkan membenci dakwah Ahlus Sunnah (jika pelakunya Ahlus
Sunnah apalagi para da'inya), terlebih lagi mereka adalah calon penguasa yang
masing-masing berpotensi untuk menjadi penguasa, sepatutnya bagi Ahlus Sunnah
untuk membangun hubungan yang baik. Andaikan tidak jadi penguasa pun kita tetap
berkewajiban mendakwahi mereka.
Nabi kita
yang mulia, Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam berdakwah dengan sifat kasih
sayang dan kelembutan. Dan beliau dibekali dengan wahyu dan mukjizat, namun
andaikan beliau bersikap keras lagi kasar maka manusia akan lari dari dakwah
beliau.
Allah
ta'ala berfirman,
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Ali
Imron: 159)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
"Sesungguhnya
beliau (Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam) adalah orang yang paling
sayang kepada umatnya, dan yang paling cinta untuk memudahkan urusan-urusan
bagi mereka, dan tidaklah beliau dihadapkan pada dua pilihan, kecuali beliau
memilih yang paling mudah diantara keduanya, selama itu bukan dosa." (Al-Fatawa
Al-Kubro, 6/242)
2. Menjatuhkan kehormatan seorang muslim, apalagi (jika) hanya
berdasarkan prasangka yang lemah dan dengan berita-berita yang belum tentu
benar, yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak kita kenal kejujurannya dan
sering kali dimakan mentah-mentah oleh media-media yang berpemahaman Khawarij.
Ini adalah mudarat yang sudah jelas, tentunya lebih baik menghindari mudarat
yang sudah jelas daripada mengkhawatirkan mudarat yang belum jelas.
Ahlus
Sunnah adalah orang-orang yang penyayang, yang sangat mencintai kebaikan bagi
umat ini.
Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,
“Orang-orang yang penyayang disayangi oleh
Allah Yang Penyayang, sayangilah penduduk bumi, niscaya (Allah) yang di langit
akan menyayangi kalian.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Amr bin
Ash radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jami’: 3522)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
"Mereka
(Ahlus Sunnah) adalah orang-orang yang paling berilmu tentang kebenaran dan
paling sayang kepada makhluk, sebagaimana Allah ta'ala telah mensifatkan kaum
muslimin dengan firman-Nya dalam surat Ali Imron: "Kalian adalah umat
terbaik yang dikeluarkan untuk manusia." Abu Hurairah berkata:
"Kalian adalah sebaik-baik manusia (yang dikeluarkan untuk mendakwahi)
seluruh manusia." Maka Ahlus Sunnah adalah orang-orang pilihan dari kaum
muslimin, mereka adalah sebaik-baik manusia (yang dikeluarkan untuk mendakwahi)
seluruh manusia." (Minhaajus Sunnah, 5/103) (Selesai kutipan)
Oleh karena itu jangan
beralasan dalil bahwasannya adanya ulama yang mebolehkan ikut serta dalam
pemilu kemudian kita membabi buta berkampenye ria dan juga menyebarakan
berita-berita yang kita tidak kroscek terlebih dahulu.
Apalagi yang kita
lakukan ini adalah berlandaskan alasan agama. Maka hendaknya kita lebih
selektidak dalam menerima berita. Dalam mengambil hukum-hukum dalam Islam saja
harus diambil dari al-Qur’an dan Sunnah yang Shihih, maka dalam berita-berita
yang dilandaskan pada alasan agama hendaknya kita juga jangan asal mempercayai
dan menyebarkan. Karena sebelum beramal itu juga harus ada ilmu, yaitu
mengetahui bahwasannya itu adalah kebenaran.
Satu lagi contoh dan
logika simpel. Jika kita dulu pernah mengerjakan skripsi atau membuat
karya-karya ilmiah yang lainnya. Maka ketika di uji, kita diuntut untuk mendatangkan
sumber / referensi yang paling terpercaya, bertahap kebawah hingga referensi
dari hasil kutipan yang dikutip. Seperti misalnya dari jurnal yang sudah di
akreditasi, kemudian majalah-majalah ilmiah yang akreditasi, kemudian bisa
mabil dari buku-buku. Bahkan opini seseorang dan berita tidak dapat menjadi
acuan ilmiah dalam sebuah karya tulis.
Maka masalah agama
tentunya juga harus lebih selektif dan akurat. Karena agama ini dibangu di atas
ilmu. Hendaknya kita lebih selektif. Jika hanya sekedar karya ilmiah saja
persyaratan untuk dapat lolos ujian seketat itu penelusuran sumber-sumbernya,
bagaimana jika itu berkiatan dengan akhirat, maka hendaknya lebih ketat lagi. Wallahu a’alam.
Fanpage kami RUMAH BELANJA MUSLIM
Akun Facebook kami RUMAH BELANJA WHYLUTH
www.rumahbelanjamuslim.blogspot.com
0 komentar: