Kaidah Fiqih Mengenai Itsar
Kaidah Fiqih Itsar |
Pendahuluan
Dalam
kehidupan sehari-hari sering kita merasakan bahwa orang lain memiliki kebutuhan
yang sama dengan kita. Ketika kita mampu untuk memenuhi kebutuhan kita tersebut,
kadang – kadang orang lain tidak mampu, dan ketika orang lain mampu memenuhi
kebutuhannya, terkadang kita tidak mampu. Inilah kenyataan dalam hidup kita. Intinya
adalah kita sebagai manusia merupakan fitrohnya saling membutuhkan satu sama
lainnya.
Oleh
karena itu, Islam sudah sangat sempurna mengatur hubungan antara manusia satu
dengan yang lainnya, dari bagaimana kita saat bertemu dengan sesama muslim,
dengan non muslim, bagaimana kita bertetangga, bagaimana kita bersikap terhadap
saudara sesama muslim ketika mendapat musibah, kesusahan dll. Seluruh aspek
kehidupan manusia telah secara medetail diatur dalam Islam. Oleh karena itu
kita tidak perlu mengambil teori-teori yang jauh-jauh dari dunia barat non
Islam. Lebih baik kita lebih memperdalam tentang ajaran Islam yang sudah
sempurna dan meneladani kisah-kisah manusia terbaik di zaman keemasan.
Dalah
hal mengatur hubungan sesama manusia, para Ulama telah menetapkan suatu kaidah
fiqih mengenai Itsar. Namun Kaidah Fiqih Itsar
ini hanya baik jika dilakukan dalam masalah urusan dunia saja. Termasuk
yang dibenci jika Itsar ini dilakukan atau diberlakukan
dalam hal Ibadah. Karena ibadah merupakan urusan hubungan kita kepada Allah dan
bentuk penghambaan diri dan pengagungan terhadap Rabb pencipta, pengatur
seluruh Alam. Berikut ini bahasan mengenai kaidah fiqih Itsar
yang telah di tetapkan oleh Ulama melalui penelaahan Dalil
dalil dari Al Qur’an dan Hadits ataupun atsar-atsar yang Shahih.
Kaidah
Fiqih :
Mendahulukan
orang lain dalam masalah Ibadah, DIBENCI. Namun dalam masalah lainnya, DISUKAI.
Makna
Kaidah
Itsar adalah sikap mendahulukan kepantingan orang lain
daripada dirinya sendiri. Kebalikannya adalah atsaroh yang bermakna
mendahulukan kepentingan dirinya sendiri sebelum orang lain. Itsar
ada dua macam :
Pertama
: Itsar dalam perkara duniawi
Kaidah
fiqih itsar dalam perkara duniawi Ini adalah perkara
yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Allah ‘azza wa jalla sangat
menyenangi dan mencintainya. Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Dan
orang – orang yang telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa apa yang diberikan
kepada mereka (orang muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekaitulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr [59]:9).
Itsar inilah yang dicatat dengan tinta emas dalam
perjalanan hidup para sahabat radhiallahu ‘anhuma :
“Dari
Umar bin Khothob radhiallahu ‘anhu berkata : ‘suatu hari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk bershodaqoh, dan saat itu
saya memiliki harta. Sayapun bergumam: ”Hari ini saya akan mengalahkan
Abu Bakr, saya akan sedekahkan separuh hartaku.” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu wahai
Umar?” Umar radhiallahu ‘anhu menjawab: “Separuhnya lagi.” Ternyata datanglah
Abu Bakr radhiallahu ‘anhu membawa semua hartanya, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya: “ Lalu apa yang engkau sisakan untuk keluargamu.”
Maka Abu Bakr radhiallahu ‘anhu menjawab: “Saya tinggalkan untuk mereka Allah
dan Rasulnya.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad hasan. Lihat Tahqiq
Misykah: 6021)
“Dari
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata: Ada seseorang yang datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah saya
sangat lemah.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan pada
istrinya, ternyata tidak ada makanan apapun di rumah. Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidak adakah seseorang yang mau menjamu tamu malam
ini, semoga Allah merahmatinya.’ Maka salah satu sahabat Anshor berkata: ‘Saya
wahai Rasulullah.’ Lalu dia pulang menemui istrinya dan berkata: ‘Ini adalah
tamunya Rasulullah, jangan sembunyikan makanan apapun.’ Istrinya menjawab:
‘Kita tidak punya makanan apapun kecuali makanan untuk anak-anak.’ Dia pun
bilang: ‘Jika anak-anak ingin makan malam, maka tidurkanlah mereka, lalu
matikan lampu dan malam ini biarlah kita lapar.’ Istrinya itu mengerjakan apa
yang perintah suaminya. Keesokan harinya sahabat Anshor tadi datang pada
Rasulullah, lalu beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah heran (atau tertawa)
terhadap perbuatan fulan dan fulanah.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
QS. Al Hasyr [59]:9.” (HR. Al-Bukhori)
Kedua
: Itsar dalam perkara ibadah
Kaidah
fiqih Itsar dalam perkara ibadah yaitu mendahulukan orang
lain dalam perkara ibadah adalah sesuatu yang dibenci, karena masing-masing
orang diperintahkan untuk mengagungkan Allah Ta’ala. Oleh karenanya jika
dia tidak melakukannya dan hanya melimpahkan pada orang lain adalah termasuk
tindakan kurang adab kepada Allah ‘azza wa jalla.
Dengan
beberapa contoh berikut semoga bisa dipahami:
- Kalau si Zaid mempunyai air yang hanya cukup untuk wudlu satu orang, sedangkan saat itu dia membutuhkan wudlu, juga temannya yang saat itu sedang bersama dia, maka kewajiban Zaid adalah mengunakan air itu untuk berwudlu dan biarkanlah temannya itu bertayamum. Tidak boleh bagi Zaid untuk mempersilahkan temannya wudlu sedangkan dirinya sendiri bertayamum.
- Kalau ada seseorang yang hanya mempunyai satu pakaian yang menutup aurot dan saat itu datang waktu sholat, sedangkan dia punya saudara yang tidak punya pakaian yang menutup aurot, maka kewajiban yang punya tadi untuk sholat terlebih dahulu mengunakan pakaian tersebut baru kemudian nantinya dia pinjamkan kepada saudaranya. Dan tidak boleh baginya untuk mendahulukan saudaranya tersebut dalam perkara ibadah.
- Kalau ada seseorang yang berada di shof pertama, maka dia tidak boleh mundur ke shof kedua untuk mempersilahkan orang lain menempati posisinya.
Wallahu
a’lam
(Lihat Asybah
wan Nadho-ir, as-Suyuthi hlm. 116, Asybah wan Nadho-ir, Ibnu Nujaim
hlm. 119, al-Wajiz Dr. Al-Burnu hlm. 162).
Sebuah fragmen sejarah yang menggambarkan betapa besar sifat itsar
para sahabat radhiallahu ‘anhuma dari urusan dunia. Sebuah peristiwa
mengharukan terjadi saat perang yarmuk, perang melawan orang – orang
Romawi.
Dikisahkan bahwa Ikrimah bin Abu Jahl dan dua orang sahabatnya radhiallahu
‘anhuma terluka parah. Tatkala ada seorang yang mengambilkan minum untuk
beliau radhiallahu ‘anhu, beliau melihat ada orang lain yang butuh
minum, akhirnya dia mengatakan pada yang membawa air minum, “berikan pada dia
terlebih dahulu.” Maka pergilah dia ketempat orang yang ditunjuk.
Begitu air akan diberikan padanya radhiallahu ‘anhu, diapun berkata
: “berikan kepada Ikrimah terleih dahulu.” Akhirnya kembali lah dia ke Ikrimah
dan ternyata beliau sudah meninggal dunia begitu pula dengan dua sahabatnya,
sebelum meminum air tersebut. Subhanallah. [aina nahnu minhum?]
Sumber :
Majalah Al Furqon, Edisi 7, 1431H.
0 komentar: