Rumput Tetangga Lebih Hijau

Rumput Tetangga Lebih Hijau

“Pohon mangga Pak Fulan sudah berubah, mengapa punyaku belum ya?” Gumam pak Fulandua.
“Uff, si Ida dibeliin suaminya motor matic baru. Mbok motor bututku juga ditukar tambah...,” keluh seorang istri muda kepada suaminya.

Hidup berdekatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi kita untuk sedikit banyak mengenal kehidupan mereka. Pasti, kita mengenal siapa saja yang hidup di rumah sebelah. Apakah hanya keluarga inti –suami istri dan anak-anak mereka- ataukah ada ibu mertua, paman si bocah, bibi si anak, yang iut disitu.

Lambat laun kita juga (dituntut) mengenal darimana mereka, apa pekerjaan mereka. Akhirnya, cepat atau lambat, disengaja atau tidak, kita juga tahu status sosial dan tingkat ekonomi mereka.

Perbedaan Itu Sunnatullah
Bicara tentang status sosial –dan juga tingkat ekonomi- kita akan sampai pada salah satu sunnah Allah : Perbedaan. Allah telah menetapkan adanya perbedaan-perbedaan di antara makhluknya. Manusia penuh dengan perbedaan. Beragamnya status sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi merupakah salah satu sunnatullah perbedaan itu.

Diantara kita, ada yang menjadi pembesar dilingkungan masyarakatnya – entah pejabat kecamatan, kelurahan, atau RW dan RT-. Ada juga yang menjadi rakyat biasa. Ada juga yang bukan pembesar, namun mempunyai tingkat kesejahteraan ekonomi yang bagus karena bisnisnya sukses.

Kadang kita merupakan anggota himpunan pembesar itu. Kadang juga, menjadi rakyat biasa. Kadang kita berada diposisi yang lebih tinggi daripada tetangga sebelah kita. Kadang juga, kitalah yang berada diposisi lebih rendah daripada tetangga kita.

Berhati-Hati Dengan Perbedaan
Di akhir zaman yang penuh dengan godaan ini, harta dunia, pangkat, dan kedudukan bisa menjadi sumber kegelisahan dan malapetaka. Ketika harta dunia dan kedudukan mejadi sebuah tujuan, perbedaan status sosial dan tingkat kesejahteraan diantara tetangga bisa membuahkan rasa dengki.

Kedengkian telah menjadi salah satu penyakit hati manusia yang tertua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian akan dijalari suatu penyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu dengki dan kebencian.” (Riwayat at-Tirmidzi dan Ahmad).

Sekedar ingin mempunyai apa yang ingin dimiliki orang lain, bukanlah merupakan suatu kedengkian. Dengki terjadi jika kita membenci keberadaan nikmat yang dimiliki orang lain dan kita suka jika nikmat itu lenyap darinya.

Dalam hidup bertetangga, keinginan untuk mempunyai seperti yang dimiliki tetangga kita bisa jadi merupakan hal yang wajar. Berhati-hatilah mengelolo keinginan ini. Jika tidak dikelola dengan baik, ia bisa menjadi kedengkian.

Ketika pak Fulandua ingin pohon mangganya berbuah seperti pohon mangga pak Fulan, maka ini bukanlah dengki. Tapi ketika rasa ini berubah menjadi benci terhadap pohon mangga pak Fulan dan ingin pohon mangga pak Fulan tidak berbuah, maka ini merupakan dengki.

Ketika istri muda ingin dibelikan motor baru seperti motor baru si Ida, maka ini bukanlah dengki. Tetapi begitu si istri muda benci terhadap keadaan barunya motor matik Ida dan ingin si Ida tidak mendapat kenikmatan motor baru tersebut, maka inilah dengki.

Dengki yang muncul dalam kehidupan bertetangga bisa berlanjut kepada kebencian lalu permusuhan. Permusuhan bisa menyulut tindakan-tindakan yang zhalim terhadap tetangga. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewanti-wanti untuk berbuat sangat baik terhadap tetangga. Inilah bahaya si dengki.

Sejarah Dengki
Dengki, sebenarnya timbul karena persaingan dengan pihak lain untuk mendapatkan satu tujuan yang sama-sama diinginkan. Jika ditelisik lebih dalam lagi, asal mula persaingan itu adalah keinginan mendapatkan tujuan yang sama.

Sebenarnya, sekali lagi, sampai di sini, keinginan mendapatkan tujuan yang sama itu bukanlah suatu masalah. Keinginan menjadi sebuah dengki ketika kita ingin nikmat yang didapat orang lain menjadi hilang. Yang menjadi sebab utama disini sebenarnya adalah cinta dunia. Dunia inilah yang membuat dua pesaing merasa tempat berpijaknya menjadi sempit. Cinta dunia ini meliputi harta, kekuasaan, jabatan, wanita, dan anak-anak. Inilah unsur penyebab yang bisa memicu kedengkian di antara tetangga.

Sebelum Mendengki
Agar keinginan memiliki apa yang dimiliki tetangga tidak menjadi dengki, sadarilah bahwa Allah memang menciptakan perbedaan diantara manusia. Apa yang ada pada diri kita pastilah mempunyai hikmah. Apapun keadaan kita, apakah kita yang menjadi pembesar ataukah rakyat jelata, apakah kita yang menjadi pengusaha sukses, ataukah karyawan biasa, semuanya berhikmah.

Kita adalah manifestasi ke Mahabijaksanaan Allah. Kita pastilah mempunyai hikmah bagaimanapun status sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi kita. Tidak mungkin Allah menciptakan kita kalau tidak mempunyai arti apapun di dunia ini.

Mereka berstatus sosial lebih tinggi dan tingkat kesejahteraan ekonomi lebih tinggi, juga memiliki tanggung jawab yang lebih, dalam hidup bertetangga. Semakin besar nikmat yang diperoleh, semakin besar pula tanggungjawab bersyukurnya.

Menanamkan perasaan seperti ini bisa mencegah kita mendengki tetangga kita. Dengan demikian, bagaimanapun hijaunya rumput tetangga kita, jangan biarkan dengki menghinggapi kita. (Abumazaya).

Sumber : Majalah Nikah Sakinah, Volume 9 No. 2, 2010.  

Short Url : bit.ly/T6C5wp

0 komentar: