Hijrah Yuuuk

Hijrah Yuuk
Hijrah Yuuk
Hijrah belakangan ini cukup populer di telinga kita. Khususnya di kalangan pengajian. Begitu banyak judul bahkan komunitas yang di beri nama yang mengandung kata hijrah ini. Bahkan begitu banyak kajian - kajian Islam yang bertemakan hijrah.

Lalu sebenarnya apa sih yang di maksut dengan hijrah itu sendiri ? Mungkin sebagian kita sering mendengar istilah hijrah ini berkaitan dengan berpindahnya salah seorang atau sekelompok orang dari satu tempat ke tempat lain. Sebagaimana hijrah nya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah. 

Untuk mendekatkan pemahaman mengenai hijrah yang kami maksut di sini. Mungkin kita bisa mengutip apa yang telah di sebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah yang menyebutkan dua jenis hijrah. 

Yang pertama hijrah yang beliau maksut adalah hijrah jasmani, yaitu hijrah dari sebuah negeri ke negeri yang lain. Yang kedua, hijrah hati menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan hijrah ini adalah hijrah yang hakiki. Sedangkan hijrah jasmani adalah cabang dari hijrah ini. 

Beliau juga menyebutkan, hijrah ini memiliki kandungan pengertian dari sesuatu kepada sesuatu. Artinya hijrah itu memiliki titik tolak dan tujuan yang hendak di capainya. 

Oleh karena itu, seseorang harus berhijrah dengan hatinya dari mencintai selain Allah kepada mencintai-Nya, dari menyembah selain Allah, kepada menyembah-Nya, dari takut, berharap, dan tawakkal kepada selain Allah, menuju takut berharap, tawakkal kepada-Nya, dari meminta, memohon, tunduk, dan merendah di hadapan selain Allah, kepada meminta, memohon, tunduk dan merendah hanya kepada-Nya.

Beliau rahimahullah meneruskan dan inilah yang di sebut dengan alfiraar ilallah 'berlari menuju Allah' sebagaimana Firman Allah ta'ala di dalam al-Quran, 

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ 

"Maka berlarilah menuju Allah" (QS. Adz Dzariyat : 50)

Berkaitan dengan hijrah ini, ada sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang patut untuk kita perhatikan, 

"Seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa - apa yang di larang oleh Allah" (Muttafaqun 'alaih)

Dari sini dapat kita katakan hijrah itu bukan hanya label atau sebutan atau ikut pada komunitas tertentu. Sehingga seseorang cukup mengaku bahwa dirinya telah berhijrah, namun ia masih melakukan hal - hal yang di haramkan Allah ta'ala, dan hanya merubah cover jadi lebih Islami. Padahal apa yang di lakukan masih sama pada hakikatnya. 

Sebut saja seorang yang suka mendengarkan musik, seorang yang suka bermain musik, nyanyi dan sejenisnya. Ketika ia hendak hijrah menuju Allah, maka hendaknya ia tinggalkan ini semua. Dan bukan hanya merubah label musik mejadi musik Islami. Karena musik itu sendiri hukumnya haram di dalam Islam.

Maka hendaknya setiap seorang yang akan berhijrah, ia perhatikan dirinya. Jangan sampai hijrah ini hanya jadi sebatas selogan saja. Sementara perjalanannya masih di situ situ saja. 

Hijrah itu adalah hakikat dan bukan cover. Hijrah itu adalah dengan engkau meninggalkan apa - apa yang engakau sukai karena mengharap kerdhoan Allah ta'ala. Dan bukan hanya merubah label. 

Kapan Hijrah ?

Nah sekarang kita sudah sedikit memahami makna dari hijrah. Maka pertanyaannya kapan kita akan hijrah ? 

Jawabnya sekarang juga. Jangan menunggu nanti kalau sudah tua. Karena kita tidak pernah tau apakah kita akan hidup sampai tua. Sementara mati, pasti kita akan mati. 

Jika kita tidak tau apakah kita masih bisa hidup sampai tua, apakah esok masih ada usia, sementara kematian itu pasti. Maka hendaknya setiap kita tidak menunda - nunda lagi untuk berhijrah menuju Allah. Tidak ada waktu lagi untuk kita ambil haluan perjalanan kita menuju Allah ta'ala. 

Sekaranglah waktunya berhijrah. Bukan nanti, besok atau lusa. Karena kematian tidak menunggu hijrah kita.

Semoga Allah karuniakan kepada kita semua anugrah hidayah untuk kita dapat berjalan di atas jalan Islam. Agar kita tetap berjalan diatas jalan istiqomah berdasarkan al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman yang benar. Dan semoga Allah ta'ala memberikan khusnul khotimah di akhir usia kita. Amiin. 

Wallahu a'lam. 

Abu Mumtazah Wahyu 

0 komentar: