Al Humrah (Burung Merah)


Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu beliau berkata: “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan dan beliau beranjak pergi untuk suatu keperluan. Kemudian kami melihat burung merah dengan dua anaknya dan kami ambil kedua anaknya tersebut, maka burung itupun datang kebingungan. Kemudian Nabi datang lantas mengatakan :

Siapa orang yang telah membuat sedih burung ini karena kehilangan anaknya? Kembalikan anak itu kepadanya.

Beliau juga melihat sekumpulan semut sekaligus sarangnya yang telah kami bakar, maka beliau bersabda: “Siapa yang membakarnya?” kami mengatakan : “Kami”. Beliau Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Sesungguhnya yang pantas untuk mengadzab dengan api hanyalah pemilik api.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih, al-Misykah No. 2542).

Penjelasan Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi untuk suatu kebutuhan, kemudian para Sahabat mendapatkan humrah (salah satu jenis burung) dengan kedua anaknya. Para Sahabat mengambil kedua anak tersebut, maka induk burungitupun kebingungan mencari-cari di sekitar mereka sebagaimana kebiasaan burung yang diambil anaknya akan kebingungan, mencari-cari dan bersuara karena kehilangan anknya. Karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan rasa kasih sayang terhadap anak di hati binatang sampai-sampai seekor binatang akan mengangkat kaki dari anaknya karena khawatir menginjak anaknya. Ini merupakan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala. Maka Nabi  Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar melepas kedua anak burung tersebut. Para sahabatpun melepaskannya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sekumpulan semut yang telah terbakar, maka beliau bersabda: “Siapa yang membakarnya?” Para sahabat menjawab “Kami, wahai Rasulullah!” Para sahabat membakarnya dengan api, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya yang pantas untuk mengadzab dengan api hanyalah pemilik api.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perbuatan ini. Atas dasar itulah, jika ada semut di tempatmu, jangan kamu bakar dengan api. Tetapi letakkan sesuatu yang bisa mengusirnya, seperti minyak tanah. Jika kamu tuangkan kedalam lubangnya, maka dengan izin Allah semut itu akan pergi dan tidak akan kembali lagi.

Kalau tidak mungkin menghilangkan gangguannya kecuali dengan pembasmi yang akan membunuhnya –yang saya maksut membunuh semut tersebut- sebagai jalan yang terahir, maka tidaklah mengapa, karena ini dalam rangka mencegah gangguannya.

Adapun jika keadaannya tidak demikian, maka semut termasuk hewan yang dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk di bunuh.

Namun jika semut itu mengganggumu dan gangguan itu tidak bisa dicegah kecuali dengan cara di bunuh, maka tidak mengapa semut itu di bunuh.

Sumber : Shalahudin Mahmud As Sa’id, Lautan Hikmah Dari Kisah-Kisah Nyata dan Berharga, Hikmah dan Faidah dari Kisah-Kisah Nyata yang di Uraikan oleh Syaikh al-Utsaimin, Edisi Terjemah oleh Abu Hudzaifah Yahya, Buana Ilmu Islami, 2010. 

0 komentar: