Terasing? Jangan Mengasingkan Diri!
Diantara ujian yang banyak dirasakan oleh setiap muslim
dan muslimah yang menjalankan syariat Allah adalah ujian keterasingan.
Dimana banyak manusia disaat Islam memerintahkan menutup
aurat dengan baik bagi wanita, Islam melarang memanjangkan kain melebihi mata
kaki baik sombong atau tidak sambong (karena isbal itu kesombongan) bagi
laki-laki, mereka kebanyakannya membuka aurat ditempat-tempat umum, mereka
(laki-laki) memanjangkan kainnya, celananya, sarungnya melebihi mata kakinya
hingga orang-orang yang berusaha untuk ta'at kini menjadi orang-orang yang
asing berbeda dan menyelisihi dari kebanyakan manusia.
Dan memang inilah hakikat yang disebutkan oleh Rasulullah
mengenai keberuntungan orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang yang mampu
kokoh dan istiqomah menjalankan syariat Allah ditengah kerusakan yang telah
tersebar dimasyarakat dan ia sabar menghadapinya walaupun ia menjadi orang yang
asing dan berbeda dengan yang lain.
Tapi bukankah kita juga adalah seorang makhluk yang
selalu membutuhkan orang lain. Kita tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya
interaksi tolong menolong dengan orang lain. Kita tidak mempu mencukupi hidup
dan kehidupan kita tanpa adanya interaksi dengan manusia lain. Dan ternyata
banyak ibadah yang bisa dibangun melalui hubungan sesama manusia.
Maka ketika kita terasing saat menjalankan ketaatan di
tengah-tengah kerusakan yang ada, janganlah ditambah lagi dengan diri kita
mengasingkan diri dari masyarakat. Karena sesungguhnya, kabanyakan dari
saudara-saudara kita membutuhkan dakwah, membutuhkan ilmu. Jika kita menjauhi
mereka, kita bersikap eksklusif dari mereka, maka bukan dakwah yang akan sampai
kepada mereka namun justru kebencian, dan cap-cap yang negatif dari mereka
terhadap orang-orang yang menjalankan Agama Allah.
Hendaknya ketika kita terasing dalam satu hal, yaitu
terasing dalam hal menjalankan syariat Allah ditengah kerusakan seperti
berbusana syar’i, tidak menjalankan ritual-ritual yang tidak diajarkan dalam
agama ini apalagi syirik, maka kita harus mampu menyelami sisi lain dari
masyarakat kita untuk dapat kita bermuamalah dan berhubungan baik dengan
mereka.
Jangan sampai kita sudah terasing justru malah
mengasingkan diri dari masyarakat, sehingga dakwahpun berhenti. Karena dakwah
tidak hanya melalui ceramah dimimbar-mimbar, khutbah, kajian, namun dengan
akhlak yang baik yang kita tunjukkan kepada msyarakat, ini juga merupakan salah
satu bentuk dakwah.
Seandainya dalam berbagai masalah yang berkaitan syariat
Islam yang banyak diamalkan di masyarakat yang kita harus menyelisihinya karena
tidak sesuai dengan ajaran Islam yang benar, maka kita cari ibadah-ibadah yang
berhubungan dengan msyarakat yang lain dimana diantara kita dan masyarakat
tidak ada perselisihan dan pertentangan didalamnya.
Misalnya, ketika ada seorang dimasyarakat kita yang
sakit, maka kita tunjukkan perhatian kita kepadanya, kita jenguk, dan kita
doakan mereka. Ketika ada acara gotong royong, kerja bakti dan sejnisnya,
jangan kita jauhi, kita ikut serta di dalamnya untuk tolong menolong dalam hal
kebaikan, kita ajak berbicara orang-orang disekitar kita pada perkara-perkara yang
tidak memicu perselihan diantara kita dan masyarakat. Ketika ada yang
membutuhkan bantuan, jadikanlah diri kita orang yang paling responsif dalam memberikan
bantuan kepada mereka.
Jadi ketika kita terasing dari satu sisi, kita dituntut
mampu untuk berbaur dan bersosialisasi dari sisi lain yang tidak ada unsur pelanggaran
syariat di dalamnya dengan masyarakat.
Mudah-mudahan dengan sikap yang lembut, akhlak yang terpuji,
jauh dari sikap arogan, agama ini dapat tegak, sunnah ini dapat membumi di
negeri kita ini dan syariat Islam dapat menjadi satu-satunya pedoman bagi
seluruh manusia khususnya di negeri kita saat ini. Amiin.
Catatan :
Walaupun kita dituntut untuk dapat bergaul,
bersosislisasi, menjalin hubungan yang baik di masyarakat kita, namun tidak
dengan cara mengikuti acara-acara mereka yang tidak sesuai syariat Islam.
Dimana ketika kita temui ada kebiasaan, atau acara-acara di masyarakat kita
yang menyelisihi syariat dalam hal ushul dalam agama ini, maka kita harus
menjauhinya. Namun jika perkaranya masih menjadi khilaf dikalangan para ulama dan
urusannya adalah termasuk pada perkara cabang maka kita ada keluasan di
dalamnya.
0 komentar: