Untuk Apa Ibadah Kita?
Diantara
makna ibadah yang telah disebutkan oleh para ulama yang cakupannya lengkap adalah
makna ibadah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Makna ibadah menurut beliau adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal
yang dicintai dan di ridhoi Allah ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan yang
nampak dan tersembunyi.
Maka
semua bentuk ketaatan yang yang tujuannya adalah untuk meraih kecintaan,
keridhoan Allah tal’ala adalah ibadah. Seperti sholat, zakat, puasa,
shodaqoh, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, berdoa, berdzikir, dan lain
sebagainya adalah bagian dari ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Hal ini
sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam al-Qur’an bahwasannya tujuan
penciptaan jin dan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.
Adz Dzariyah : 56)
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini
bahwasannya, “sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan makhluk untuk beribadah
kepada-Nya semata tanpa ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang taat
kepada-Nya akan Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barangsiapa
yang durhaka kepada-Nya niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang
sangat keras. Allah pun mengabarkan bahwa diri-Nya sama sekali tidak
membutuhkan mereka. Bahkan mereka itulah yang senantiasa membutuhkan-Nya di
setiap kondisi. Allah adalah pencipta dan pemberi rezeki bagi mereka.”
Dari sini sudah cukup jelas bagi kita, bahwasannya beribadah
itu hanya di tujukan kepada Allah saja tanpa ada sekutu bagi-Nya. Berarti semua
amal ketaatan kita, semua amalan yang bernilai ibadah yang mengharapkan cinta
dan keridhoan Allah haruslah dikerjakan dengan ikhlas karena Allah semata, mengharap pahala akhirat kelak, dan bukan mengharap dunia.
Namun, betapa banyak orang-orang dizaman kita saat ini yang mereka
mengajak manusia untuk melakukan ketaatan dengan mengutip berbagai macam dalil
dari al-Qur’an dan hadits dengan tujuan
untuk dunia, memberikan iming-iming kesenangan dunia, berupa rizki yang lapang,
banyak harta, terbebas dari kemiskinan dan lain sebagainya. Padahal tujuan
ibadah itu adalah untuk akhirat, bukan semata kepentingan dunia.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi.” (QS. Al-Qashas: 77)
Dari sini tentu dapat kita lihat, bahwa yang diutamakan dalam
beramal di dunia ini adalah untuk emncari akhirat, dengan tidak melupakan
bagian di dunia. Maka kepentingan dunia bukanlah hal yang utama. Dan hendaknya
setiap amalan kita didunia ini fokusnya adalah mendapat kebahagiaan di akhirat,
dan bukan fokus pada dunia. Allah ta’ala juga berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا
يُبْخَسُونَ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ
وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya
maka akan Kami berikan imbalan amal mereka di dunia dan tidak dikurangi. Mereka
itulah orang-orang yang hanya akan mendapatkan neraka di akhirat dan
terhapuslah segala yang telah mereka lakukan dan batal perbuatan yang telah
mereka lakukan.” (QS. Hud: 15 – 16).
Maka jangan sampai kita beramal ibadah, beramal kebaikan
hanya mengharap dunia saja. Padahal dunia ini tidaklah sebanding dengan
akhirat.
Jika anda ingin kaya, bukan dengan jalan cinta dunia dan lupa
akhirat sehingga amalan akhiratpun di balik tujuannya untuk mendapatkan dunia.
Padahal siapa saja yang tujuannya hanyalah dunia maka tidak akan ia merasakan
kebahagiaan, kenikmatan, bahkan Allah akan ceraiberikan urusannya. Ia akan
terus dihantui kemiskinan, kesusahan, dan tidak pernah ada rasa bersyukur
padanya. Padahal walaupun ia terus menerus mengejar dunia, menghabiskan
waktunya untuk mencari dunia, toh tetap saja apa yang telah di tentukan Allah
untuknya itulah yang tetap akan ia dapatkan, tidak bertambah dan tidak
berkurang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa
menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah akan jadikan kemiskinan ada di depan matanya, dan Allah akan cerai-beraikan
urusannya. Padahal dunia itu tidak akan diberikan
kepadanya kecuali sebatas yang telah ditentukan untuknya. Tidaklah dia melalui sore melainkan merasa miskin, dan tidaklah
dia berpagi kecuali merasa miskin pula. Dan tidaklah seorang hamba menghadapkan
hatinya kepada Allah Ta’ala kecuali Dia akan jadikan
hati-hati orang beriman mendatanginya dengan rasa cinta dan kasih-sayang. Sesungguhnya Allah sangat bersemangat di
dalam membalas segala kebaikan.” (HR. Tirmidzi).
Oleh
karena itu, untuk apa Ibadah kita? Apakah untuk mengharap keridhoan Allah,
pahala Allah, kebahagiaan akhirat? Ataukah untuk mengharapkan dunia yang hina
ini?
Maka
mari kita menilai ibadah kita saat ini, mari kita nilai amalan kita saat ini,
apakah sudah benar apa yang kita
lakukan sudah ikhlas hanya karena Allah dan bukan karena mengharap dunia? Atau masih tercampuri dengan tujuan
dunia ?
0 komentar: