Respon Wanita Terhadap Jilbab Syar’i
Tidak
di ragukan lagi mengenai wajibnya memakai jilbab bagi seorang wanita muslimah.
Hal ini sudah tercantum dan terpapar dalam dalil-dalil yang jelas. Baik dalil
dari al-Qur’an maupun haidts-hadits yang shahih. Dan tidak ada lagi kergauan
tentang wajibnya berjilbab, kecuali pada orang-orang yang di dalam hatinya
terdapat penyakit.
Hal
yang patut kita syukuri, bahwasannya di saat sekarang ini sudah cukup banyak
wanita yang menyadari kewajiban memakai jilbab. Dan khususnya di negeri seperti
Indonesia ini sudah bukanlah hal yang aneh ketika seorang wanita muslimah
mengenakan jilbab dalam kesehariannya.
Namun
begitu, ternyata dari kebanyakan wanita yang memakai jilbab ini, mereka kurang
mengetahui akan syarat-syarat jilbab yang syar’i. Banyak dari saudari kita
memakai jilbab itu karena hanya ikut-ikutan ataupun mengikuti mode yang sedang
trend yang ketika ia memakai jilbabnya akan menambah cantik penampilannya.
Sudah menjadi sesuatu yang umum, berjilbab dengan mengikuti orang lain atau mengikuti tren, maka ketika ada sebagian muslimah yang memaki jilbab yang panjang,
jilbab yang syar’i masyarakatpun merspon dengan berbagai respon psotif maupun negatif. Namun ternyata kita dapati, ketika melihat seorang
muslimah yang memakai pakaian yang tertutup, jilbab yang syar’i yang panjang,
kebanyakan respon dimasyarakat adalah negatif negative. Hal ini dilandasi dari
ketidaktahuannya kebanyakan orang terhadap syariat Islam dan alasan mengapa wanita harus mengenakan gamis syar'i.
Diantara
respon – respon masyarakat terhadap jilbab syar’i untuk muslimah misalnya,
1.
Dikatakan
bahwa wanita muslimah yang memakai busana syar’i, jilbab syar’i adalah istri
teroris. Mengingat mungkin dari segi tampilan fisik, banyak dari kalangan
orang-orang yang terlalu keras dalam beragama, yang mudah mengkafirkan penguasa
ini memiliki ciri pakaian yang sama. Seperti untuk laki-lakinya bercelana
cingkrang, akhwatnya memakai cadar, jilbab panjang dengan warna-warna yang
gelap. Dan akhirnya ini di generalisir oelh sebagian orang yang benci terhadap
Islam, menjadi sebuah ciri khusus, bahwasannya muslimah yang bercadar, memakai
gamis yang tertutup dengan jilbab syar’i dari warna – warna gelap adalah istri
teroris atau menganut paham Islam keras.
Padahal
Islam itu mengajarkan agama yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.
Namun dikarena ada sebagian orang yang mungkin dalam prakteknya kurang sesuai
dengan Islam, maka di generalisir menjadi ciri umum. Saya teringat perkataan
Tukul, katanya don’t just the book from the
cover. Kiranya ini sangatlah cocok mewakili keadaan ini. Bahwasaannya tidak
semua yang covernya sama, fisiknya sama, akidahnyapun juga sama. Maka kita haru
selektif terhadap isu-isu dan berita-berita yang disebarkan oleh orang-orang
yang benci terhadap Islam. Khawatir nanti masyarakat yang awam malah justru
takut terhadap Islam, dan menjauhi syariat Islam yang haq yang penih dengan
keadilan.
Berkenaan
dengan masalah ini, coba kita balik logika kita, kalau tadi katanya, jika
muslimah yang berbusana syar’i serba tertutup, dengan jilbab syar’i yang
panjang mnutupi seluruh tubuh, gamis syar’i tanpa hiasan yang gelap-gelap
katanya Istri teroris atau berpaham keras, maka kita lihat saat ini bahwasannya
pelaku korupsi / koruptor kebanyakan memakai dasi, memakai kemeja dengan
pakaian rapi, lalu apakah bisa kita katakana bahwasannya setiap orang yang
berdasai berpakaian rapi adalah koruptor?
Tentu
anda tidak ingin dikatakan seperti itu. Maka dengan ini hendaknya kita tidak
mudah mempercayai info-info yang berbau menjatuhkan Islam yang dibuat diatas
logika dan pemahaman yang lemah.
2.
Kemudian,
yang lebih ringannya, ada yang merespon terhadap busana muslimah syar’i dengan
jilbab panjang dan warna-warna gelap ini dengan nafsunya, seperti, apa busana
muslimah harus gini-gini amat? Kan panas? Kan sumpek? Kan gak nyaman? Gak
praktis, dan ribet buat beraktifitas? Ini adalah diantara respon-repon yang
masih lebih ringan dan mungkin manusiawi. Namun ingatlah bahwasannya perkataan
ini, respon ini sumbernya adalah nafsu kita. Dan bahwasannya nafsu ini di dalam
Islam kebanyakannya adalah negative dan di cela.
Oleh
karena itu, ketika repson-respon ini bukanlah berlandaskan alasan yang jelas
dan hanya mempertuntunkan hawa nafsu belaka, hendaknya kita tinggalkan alasan
ini. Dan kita ikuti alasan dan dalil yang jelas dari sumber rujukan utama umat
Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang sahih.
Hendaknya
kita merenungi Firman Allah tabaraka wa
ta’ala berikut ini,
“Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu.” (QS. Al Mu`minun
: 71)
“Maka, pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya, Allah membiarkan berdasarkan ilmu-Nya, Allah telah mengunci mati
pendengaran juga hatinya dan meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka,
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Apakah kalian tidak mengambil pelajara?” (QS.
Al Jatsiah : 23).
Dan jika engkau takut
panas, tidak menyukai panasnya berbusana muslimah syar’i yang tertutup, maka
apakah engkau menginginkan panas yang lebih dari itu, yaitu panasnya di
celupkan di neraka? Nasalullaha salamatan
wal ‘afiyah.
3. Dan
ada sebagian orang yang berlasan dan merespon memakai jilbab syar’i dan
berbusana muslimah yang benar ini dengan alasan belum siap, ah saya belum siap,
atau nanti saja kalau sudah tua, atau nanti saja ketika sudah menjadi kaya,
atau yang lainnya. Dan ini juga tidak lebih dari sekedar alasan nafsunya.
Dimana ia belum mampu mengalahkan nafsunya dengan syariat Allah. Dan ayat-ayat
al-Qur’an diatas hendaknya dapat menjadi bahan renungan.
Yang
dikhawatirkan dengan alasan-alasan seperti ini adalah ketika kita tidak mampu
merubah diri kita menjadi lebih baik karena telah di dahului ajal. Siapa yang
mampu memprediksi kematian kita kapan? Siapa yang mampu menjamin bahwasannya di
esok hari kita masih hidup? Siapa yang mampu memnjamin bahwasannya usia kita
bisa sampai tua?
Maka
takutkan terhadap ancaman Allah. Dan ingatlah setiap perbuatan kita pasti akan
kita pertanggungjawabkan kelak walupun sebiji dzarrah. Tidak ada yang
terluputkan sedikitpun. Maka ketika kita masih dalam keadaan bermaksiat, masih
belum melaksanakan hukum syar’i dalam berbusana muslim, masih terbuka aurat
kita, hendaknya kita takut ketika kelak di akhirat kita harus
mempertanggungjawabkannya.
4.
Respon
yang lebih parah dan berhayapun ada ketika menanggapai syariat berbusana
muslimah syar’i, yaitu ada yang mengatakan bahwasannya masuk neraka dulu gak
apa-apa toh karena masih muslim, kelak juga Allah juga akan masukkan kita ke surga.
Mungkin
untuk sebagian orang ini perkataan yang bisa. Namun ketika kita lihat betapa
ngerinya siksa di neraka itu, bagaimana sifat-sifat neraka yang di dalamnya
terdapat malaikat-malaikat yang kasar lagi bengis yang siap untuk menjalankan
perintah Allah.
Dalam
hal ini kiranya kisah paman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Tholib yang masuk neraka dengan siksaan paling
ringan, yaitu kakinya di celupkan di neraka, dan kepalanya mendidih.
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari
kiamat, sehingga beliau diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata
kakinya, namun otaknya mendidih.” (HR. Bukhari, Muslim, dan yang lainnya, dari Abu Said
al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,).
”Penduduk
neraka yang paling ringan siksanya adalah Abu Thalib. Dia diberi dua sandal
yang menyebabkan otaknya mendidih.” (HR. Ahmad,
Muslim, dan yang lainnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Lalu sekrang apakah kita mau berkata seperti
pekataan menyepelekan siksa neraka diatas?
Padahal paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang banyak membela Nabi saja siksanya seperti itu. Hendaknya kita
lebih berhati-hati dalam berucap.
5.
Ada
juga repon bahwasannya kalau memakai jilbab syar’i, memakai cadar, memakai
busana muslimah tertutup maka akan kehilangan teman, atau minimal dijauhu
teman-teman. Ini juga hanyalah ketakutan belaka yang dilandasi dari kekurang
mampuan mengalahkan hawa nafsu. Padahal jika kita berfikir lebih maju lagi,
maka kita akan memilih lebih baik ditinggalkan lingkungan dan teman teman yang
buruk dan masuk kelingkungan dan teman-teman yang lebih baik, daripada harus
bertahan pada lingkungan buruk dimana dilingkungan itu jauh dari syariat Islam
dari segala hal.
Mari
kita membaca kembali artikel Jangan Berputus Asa, Wahai Saudaraku!.
Dalam artikel tersebut terdapat faidah untuk meninggalkan lingkungan buruk dan
menuju lingkungan yang baik dalam kisah orang yang membunuh 100 nyawa manusia.
Maka
apakah kita akan tetap berada dalam lingkungan buruk dan takut menuju kepada
lingkungan yang baik? Ingatlah, perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya agama seseorang itu
bagaimana agama karibnya?
“Seseorang tergantung agama teman dekatnya,
maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, at Tirmidzi, dan lainnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Beberapa repon diatas
merupakan sedikit gambaran tentang masyarakat kita terhadap syariat Islam dalam
berbusana muslimah. Hampir kebanyakan respon ini sifatnya adalah negative.
Kemungkinannya adalah karena budaya, karena kurangnya Ilmu syariat Islam. Atau
karena salah memilih guru dalam belajar Ilmu Islam yang menyebabkan
bermudah-mudah dalam memilih dan menjelaskan hukum-hukum Islam yang akhirnya
menyimpulkan hukum yang tidak sesuai dengan hakikat pensyariatannya.
Dan sebagai penutup
hendaknya kita renungkan firman Allah berikut ini,
“Sesungguhnya
ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan
Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah
dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah
orang-orang yang berbahagia.” (QS. An Nuur : 51)
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa sesungguhnya sifat
orang yang benar-benar beriman (yaitu yang imannya dibuktikan dengan amalan)
apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul memberikan
keputusan di antara mereka niscaya mereka akan mengatakan, “Kami
dengar dan kami taati”, sama saja apakah keputusan tersebut dirasa
cocok ataupun tidak oleh hawa nafsu mereka. Artinya mereka mendengarkan
keputusan hukum Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan orang yang
mengajak mereka untuk itu. Mereka taat dengan sepenuhnya tanpa menyisakan
sedikitpun rasa keberatan.
Hakikat kebahagiaan adalah bisa meraih
perkara yang diinginkan dan selamat dari bahaya yang ditakutkan. Dan Allah pun
membatasi kebahagiaan hanya ada pada orang-orang seperti mereka. Sebab orang tidak
akan pernah berbahagia tanpa berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya serta taat
kepada Allah dan Rasul-Nya (lihat Taisir Karim Ar Rahman,
hal. 572) (cit Muslim.or.id) Wallahu
a’alam.
Mari rujuk juga artikel mengenai Mengapa Wanita Muslimah Harus Memakai Gamis Syar'i?
Fanpage Rumah Belanja Muslim
0 komentar: