Bagaimana Keadaanmu??
Diburu Dari Berbagai Penjuru
Imam Adz-Dzahabi berkata : telah diriwayatkan dari
al-Marwadzi, beliau berkata : aku pernah berkata kepada Ahmad (bin Hambal) :
“Bagaimana keadaanmu?” Beliau menjawab :
“Bagaimana keadaan orang yang Rabb-nya menuntutnya
agar menunaikan kewajiban –kewajiban, Nabinya menuntutnya dengan menegakkan
Sunnah, sedangkan dua malaikat menuntutnya agar meluruskan perbuatan, jiwanya
menuntutnya dengan nafsunya. Adapun iblis menuntutnya agar (melakukan) kekejian,
malaikat maut mengawasinya untuk mencabut ruhnya, sedangkan keluarganya
menuntutnya agar memenuhi nafkah untuk mereka?”1
Tenggelam
Dalam Nikmat Yang Berlipat
Pada bab
yang ke-20 dari kitab ‘Uddah ash-shobirin, tatkala membahas tentang perkara
yang lebih utama antara besabar dan bersyukur, Imam Ibnul Qoyyim mengatakan :
Abul Mughiroh dahulu, apabila ada orang yang bertanya kepadanya: “Bagaimana
keadaanmu wahai Abu Muhammad?” beliau menjawab :
“Kita
tenggelam dalam kenikmatan-kenikmatan, akan tetapi tidak mampu untuk
mensyukurinya. Rabbkita berusaha untuk mencintai hamba-Nya, meskipun Dia tidak
membutuhkan kita semua, sedangkan kita selalu menjadikan dirikita di benci
oleh-Nya, padahal kita amat membutuhkan-Nya.”2
Aku Tidak
Tahu, Apakah Ruhku ke Surga atau ke Neraka?
Tatkala
membahas tentang penyebutan kalimat-kalimat yang dinukil dari jama’ah kalangan
para sahabat dan sebagainya, ketika mendekati kematian mereka, Syaikh Ahmad bin
Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi (w. 689 H) mengatakan :
“Imam
al-Muzani meriwatkan, beliau berkata, “Aku masuk menghadap Imam Syafi’i ketika
ia sedang sakit yang mengantarnya kepada ajal beliau. Aku mengatakan: Bagaimana
keadaanmu?” beliau menjawab:
“Aku
akan meninggalkan dunia ini, akan berpisah dengan saudara-saudaraku, akan bertemu
dengan jeleknya perbuatannku, akan meneguk segelas kematian, akan menghadap
Allah, sedangkan akau tidak mengetahui apakah ruhku akan ke Surga sehingga aku
akan mengucapkan selamat kepadanya atau akan ke neraka sehingga akau berbela
sungkawa kepadanya.”
Lalu
beliau berkata juga :
“Tatkala
hatiku telah menjadi keras dan jalan-jalanku telah sempit, maka aku jadikan
harapanku kepada ampunan-Mu untukku sebagai tangga.”
Dosaku
telah menjadi amat besar, akan tetapi tatkala aku bandingkan dengan ampunan-Mu
wahai Rabb-ku ternyata ampunan-Mu lebih besar lagi.
Engkau
masih senantiasa memberikan ampunan terhadap dosa, Engkau masih selalu dermawan
dan memberikan maaf sebagai bentuk karunia dan kasih-Mu.”3
Setiap Hari Mendekati Masa Yang Dijanjikan
Dalam
syarah hadits yang ke-40, Imam Ibnu Rojab menukilkan sebuah atsar berikut
: Ada orang yang bertanya kepada
Muhammad bin Wasi’. “Bagaimana keadaanmu?” Maka beliau menjawab :
“Bagaimana
kira-kira keadaan seorang yang bepergian setiap hari berjalan satu tahap menuju
akhirat?”4
Menanti
Datangnya Kematian
Ketika
Imam Ibnu Hibban menguraikan tentang memperbaikai sara-ir (urusan hatu),
beliau menukilkan riwayat bahwa ada orang yang bertanya kepada Hasan al-Bashri:
“Bagaimana keadaanmu?”, maka beliau menjawab :
“Bagaimana
keadaan orang yang pada waktu petang dan pagi hari meniti mati, sedangkan dia
tidak mengetahui apa yang akan dialaminy?”5
Dosa dan
Panjang Angan-Angan
Pada
suatu hari ada orang yang bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz, “Wahai Amirul
Mukminin, bagaimana keadaanmu?”
Beliau
menjawab :
“Aku
berada dalam keadaan perut buncit, berlumuran dosa, sedangkan aku memiliki
angan-anagn kepada Allah (untuk meraih kebaikan.)”6
Referensi
:
1.
Siyar A’laam
an-Nubalaa’, jilid 11, hal. 227, tahqiq Sholih as-Samar, takhrij Syu’aib
al-Arnauth, Muassasah ar-Risalah, cet 1, 1402H/1982 M dalam biografi Imam
Ahmad.
2.
‘Uddah
Ash-Shobirin wa Dzakhiiroh asy-Syakiriin, hal. 132,
takhrij Abu Sahl Najah ‘Iwadh Shiyam, Maktabatul Iman al-Manshuroh, cet. 1,
1415 H dan hal. 235, tahqiq Ismail bin Ghozi, Dar Alam al-Fawaaid.
3.
Manaqib Syafi’i, karya
al-Baihaqi, II/111. Lihat pula Mukhtashor Minhajul Qoshidin hal. 496-497, ta’liq
dan takhrij Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Maktabah adz-Dzahabi, cet. II,
1315H1994M.
4.
Jami’ul Ulum wal
Hikam, Ibnu Rojab, jilid 2, hal. 518, Darul Aqidah,
Iskandariyah, cet. 1, 2002M/1422H, takhrij Muhammad Amir.
5.
Roudhotul ‘Uqola’
wan Nuzhahal-Fudhola’, hal. 24, karya Ibnu Hibban al-Busti.
6.
Manaqib wa Siroh Umar
bin Abdul Aziz, Ibnul Jauzi, hal. 250, Darul Kutub Ilmiyyah Bairut, cet.
1, 1404H/1984M, tahqiq Nuaim Zuzur.
Sumber : Majalah Adz-Dzakhiirah Vol. 09 no. 03 Edisi
69, 2011.
0 komentar: