Memakai Celana Cingkrang, Kenapa Tidak?
Memakai
Celana Cingkrang
Telah
kita ketahui bersama, bahwasannya memakai celan cingkrang atau lebih umum lagi
kain diatas mata kaki merupakan topik perbincangan yang panjang. Sampai saat
ini topik ini masih merupakan topik yang banyak menimbulkan pro dan kontra.
Mengapa
terjadi perbincangan seperti ini, yaitu ada yang pro dan ada yang kontra?
Jawabnya karena hukum isbal / memanjangkan celana / kain sampai dibawah mata
kaki ini ada perbedaan pendapat padanya. Ada yang menilai isbal ini makruh dan
ada ulama yang menilainya haram.
Ringkasan Hukum Memakai Celana Cingkrang
Secara
singkat bisa kita pahami mengenai hukum memanjangkan celana / kain hingga
dibawah mata kaki / isbal dapat kita sederhakan menjadi beberapa point berikut,
- Memakai celana isbal disertai sombong dilarang
- Memakai celana cingkrang disertai sombong juga dilarang
- Memakai celana isbal namun tidak sombong, ada perbedaan pendapat dikalangan ulama
- Memakai celana cingkrang tidak sombong, lebih mendekati sunnah
Dari keempat
point diatas, kita akan mendapati satu point amalan yang tidak mendapat cela
sama sekali. Point yang kami maksud yaitu seorang muslim yang memakai celana
cingkrang / kain diatas mata kaki yang tidak di sertai sombong.
Sedangkan
untuk point selainnya masih mengandung cela atau kemungkinan cela atau dosa.
Seperti
pada point pertama seorang yang memakai celana isbal dengan sombong. Maka sudah
jelas hal ini adalah perkara yang dilarang dalam Islam. Dan tidak ada perbedaan
pendapat lagi akan hal ini.
Sedangkan
untuk point ke dua yaitu memakai celana cingkrang yang disertai rasa sombong.
Ini juga tentu masih mengandung cela. Walaupun kami sendiri belum memahami
bagaimana sombongnya seorang yang memakai celana cingkrang ini. Karena memang
untuk point ini kami dapatkan dari beberapa tulisan saudara kita yang anti
celana cingkrang.
Jika
maksudnya memakai celana cingkrang sombong yaitu merasa paling benar sendiri
dan memvonis yang lain salah dan ahli neraka. Maka tentu bukan hanya berkaitan
dengan hukum celananya saja. Namun semua perkara yang menyebabkan ia merasa
dirinya (individu) paling benar dan yang lain salah ahli neraka ini adalah
perbuatan yang salah. Maka tentu sombong disini kemungkinannya bukan
dikarenakan hukum memakai celana cingkrangnya.
Dan
untuk point yang ketiga yaitu memakai celana isbal (baca : panjang sampai
melebihi mata kaki) dengan yang tidak sombong ada perbedaan pendapat di
dalamnya. Disini maka dapat kita simpulkan bahwasannya memakai kain / celana
isbal itu masih mengandung kemungkinan cela / larangan. Karena ada pendapat
ulama yang mengharamkannya.
Maka
dari sini kita mendapati pilihan terbaik yang insyaa Allah tidak mengandung
cela berkaitan dengan hukum isbal / memanjangkan celan dibawah mata kaki adalah
point ke empat. Pilihan terbaik seorang muslim berkaitan dengan perkara ini
yaitu memakai celana cingkrang / tidak isbal dengan tidak disertai sombong.
Kenapa Masih Anti Celana Cingkrang?
Setelah
kita memahami beberapa pilihan diatas, lalu mengapa kita masih anti dengan
celana cingkrang? Bukankah permasalahan isbal, celana cingkrang ini ada pembahasannya
di dalam agama kita? Dan pembahasan ini tentu bukan hanya terkait dengan
kelompok tertentu yang tidak didasari dengan dalil. Dan celana cingkrang ini
bukanlah ciri kelompok tertentu, karena memakai kain / celana diatas mata kaki
ini adalah ciri Islam.
Maka
apa lagi yang menghambat kita untuk mengamalkan memakai celana cingkrang ini? Tidakkah
pilihan memakai celana cingkrang dengan tidak disertai sombong ini adalah pilihan
terbaik dibanding pilihan lainnya.
Bukahkah Abu Bakr Ash Shiddiq Pernah Isbal?
Mungkin
kita pernah mendengar atau ada yang mengatakan Abu Bakr saja dibolehkan isbal
oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sehingga ini menjadi
alasan bagi kita untuk pembolehan isbal.
Berkaitan
dengan hal ini, mari kita simak kutipan jawaban Syaikh Utsaimin mengenai
pertanyaan yang senada dengan anggapan diatas.1
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya
hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika
aku menjaga dengan seksama.”
Maka ini bukan berarti beliau melorotkan
(menjulurkan) sarungnya karena kemauan beliau. Namun sarungnya tersebut melorot
dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan
celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah
menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong.
Kami katakan kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan
menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong,
maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka.
Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka
kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu
Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat
kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui
bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong.
Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)? Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat
atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits
tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan.
Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa
yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan
ampunan. (Lihat Fatawa al Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah,
hal. 547-548). Selesai kutipan.
Oleh karena itu, mari kita pilih pendapat yang terbaik dengan
alasan terbaik yang kita pandang. Jangan sampai kita pilih pendapat ulama
dengan dasar / landasan hawa nafsu. Sehingga kita memilih yang mudah dan
bersesuaian dengan hawa nafsu kita. Dan hanya kepada Allah kita memohon
hidayah, mudah-mudahan kita dimudahkan untuk beramal dengan amalan yang paling
sesuai dengan ajaran Islam. Amiin. Wallahu a’lam.
Footnote
(1) Di salin dari kutipan artikel web Rumaisyo. Com
Abu Mumtazah
0 komentar: