Raslullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Selalu Memuji Dan Bersyukur Kepada Allah ‘Azza Wa Jalla Dikala Senang Dan Susah

Bersyukur

Seluruh kenikmatan yag dikecap seorang hamba bersumber dari Allah ‘azza wa jalla semata. Kewajiban seorang hamba, ialah mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, walaupun dalam pandangan manusia sangat remeh. Tetap saja kenikmatan tersebut mesti disyukuri, sebab murni merupakan rahmat dan kemudahan dari-Nya, bukan dari kemampuan dan daya manusia.

Bersyukur, mencerminkan dua manfaat besar (Syarah Riyadhis Shalihin1/1492). Pertama, pengakuan kepada Allah ‘azza wa jalla akan kemurahan, keutamaan dan kebaikan-Nya yang tercurahkan. Dan kedua, merespon nikmat-Nya dengan bersyukur itu sendiri menjadi faktor yang mendatangkan tambahan nikmat.

Apabila seorang insan mensyukuri nikmat Allah, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan memberi tambahan nikmat baginya. Namun sebaliknya, ketika mengingkari kenikmatan-Nya, ia telah menempatkan dirinya pada ancaman siksa Allah ‘azza wa jalla yang sangat pedih.

Dalam konteks ini pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah yang menjadi cermin teladan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat mengalami hal-hal yang menyenangkan, beliau mengutarakan pujian dan syukurnya kepada Allah ‘azza wa jalla dengan berkata,

segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan-Nya segala kebaikan terselesaikan (ash-shahihah no.262

Dalam kondisi yang lain pun ketika berhadapan dengan sesuatu yang tidak menceriakan hati dan tidak mengenakkan semisal musibah dan lainnya, lantunan puji syukurpun tetap tersimpul dari bibir beliau yang mulia. Karena pengetahuan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hikmah besar yang terkandung dalam peristiwa yang tidak membahagiakan qolbu. Beliau benar-benar insan teladan agi seluruh makhluk. Ungkapan pujian beliau dalam keadaan ini yaitu,

Segala puji bagi Allah dalam setiap kondisi” (ash-shahihah no. 265)

Allah ‘azza wa jalla mempunyai nama al-Hamid (Maha Terpuji). Banyak ayat yang telah menjelaskan betapa terpujinya Allah ‘azza wa jalla. Allah ‘azza wa jalla terpuji dalam segala kondisi dan segenap urusan. Semua perbuatan-Nya merupakan khoir mahdh (kebaikan murni). Meskipun dalam penetapan takdir yang memuat unsur yang tiak mengenakkan di mata manusia. Hal itu tidak menjadi alasan untuk menanggalkan sifat Terpuji dari Allah ‘azza wa jalla. Mengingat segala perbuatan Allah ‘azza wa jalla mengandung hikmah baik dan luhur yang terkadang (seringkali) tidak terpahami oleh akal manusia yang dangkal.

Ibnu Qoyyim rahimahullah menjelaskan bahwa kejelekan tidak melekat dalam sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla dan dzatNya, juga tidak termasuk dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Kejelekan tidak kembali kepada-Nya, juga tidak dinisbatkan kepada-Nya, baik perbuatan atau sifat...(­al-Bada’i 1/148).

Semoga Allah azza wa jalla memberikan taufiq kepada kita sekalian untuk menerima segala ketentuan-Nya dengan hati lapang dan penuh kesabaran. Wallahu a’alam, (AM).

Sumber : Majalah As Sunnah Edisi 10 Th. XII.

0 komentar: